PENGEMBANGAN KREATIVITAS RESUME BAB 11 ANAK BERBAKAT BERPRESTASI KURANG

PENGEMBANGAN KREATIVITAS
RESUME BAB 11
ANAK BERBAKAT BERPRESTASI KURANG

Dos Biner
1115051006

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2008
KONSEP DAN KARAKTERISTIK

Underachievement atau berprestasi di bawah kemampuan adalah jika ada ketidaksesuaiaan antara prestasi sekolah anak dan indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes intelegensi, prestasi atau kreativitas, atau dari observasi, di mana tingkat prestasi sekolah nyata lebih rendah daripada tingkat kemampuan anak (Davia & Rimm, 1985).
Keberbakatan yang diadopsi di Indonesia adalah keberbakatan masyarakat keterkaitan antara tiga tandan ciri-ciri, yaitu kemampuan umum atau kecerdasan, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi intrinsik.
Karakteristik anak berbakat berprestasi kurang menurut Rimm (1985) dapat dikategorikan menjadi tiga tingkat yang berbeda sehubungan dengan sebab dan gejala yang tampak. Karakteristik primer adalah rasa harga diri yang rendah (low self-esteem). Rasa harga diri yang rendah ini menyebabkan karakteristik sekunder yaitu perilaku menghindari bidang akademik (academic avoidance behaviour). Karena siswa berprestasi-kurang menghindari usaha dan prestasi untuk melindungi rasa harga diri mereka yang rentan, maka timbul karakteristik tersier seperti kebiasaan belajar buruk, masalah penerimaan oleh teman sebaya, daya konsentrasi kurang, dan masalah disiplin di rumah dan di sekolah.
Kerentanan (vulnerability) anak berbakat terletak dalam tingkat kemungkinan yang lebih tinggi akan ketegangan emosi dan konflik sosial yang memerlukan tingkat adaptasi yang tinggi agar tidak menggangu kesehatan mental dan berfungsinya secara umum.
Ada enam faktor yang menyebabkan anak berbakat dalam keadaan rentan, tiga diantaranya merupakan ciri kepribadian yang dapat menimbulkan kesulitan, dan tiga faktor lainnya merupakan kondisi lingkungan atau masyarakat yang menyebabkan ketegangan bagi anak berbakat (Whitmore, 1980).

Karakteristik Kepribadian yang Menyebabkan Kerentanan Anak Berbakat
(1) Perfeksionisme
(2) Kepekaan yang berlebih (supersentivity)
(3) Kurang keterampilan sosial

Kondisi Lingungan yang Dapat Menyulitkan Anak Berbakat
(1) Isolasi sosial
(2) Harapan yang tidak realistis
(3) Tidak tersedia pelayanan pendidikan yang sesuai

IDENTIFIKASI ANAK BERBAKAT BERPRESTASI KURANG
Penelitian tentang anak betbakat berprestasi-kurang menemukan ciri-ciri khas anak-anak ini. Whitmore (1980) meringkas ciri-ciri yang paling penting dalam suatu daftar yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi mereka, antara lain:
– nilai rendah pada tes prestasi.
– mencapai nilai rata-rata atau di bawah rata-rata kelas dalamketerampilan membaca, menulis, berhitung.
– pekerjaan sehari-hari tidak lengkap atau buruk.
– memahami dan mengingat konsep-konsep dengan baik jika berminat.
– kesenjangan antara tingkat kualitatif pekerjaan lisan dan tulisan (secara lisan lebih baik).
LATAR BELAKANG UNDERACHIEVEMENT

Latar Belakang Keluarga
Jika latar belakang keluarga anak berbakat berprestasi-kurang dibandingakan dengan keluarga anak berbakat berprestasi, akan tampak beberapa karakteristik. Beberapa dari karakteristik ini sulit diubah, seperti keluarga dengan moral yang rendah, atau keluarga yang terpecah. Tetapi beberapa dapat diubah dengan mudah oleh orangtua yang peduli dan memahami dinamika underachievement, seperti perlindungan yang berlebih oleh orangtua, sikap otoriter, sikap membiarkan atau membolehkan secara berlebih, dan ketidakajekan sikap kedua orangtua.

Identifikasi dan Model
Studi Terman dan Oden (dikutip Rimm, 1985) menunukkan bahwa sebagian besar anak berbakat berprestasi-kurang adalah anak lak-laki dan karakteristik yang paling nyata dari anak laki-laki ini adalah bahwa mereka tidak mengidentifikasi diri dengan ayah mereka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model orangtua yang dipilih anak untuk imitasi dan identifikasi sebagian besar tergantung dari kombinasi antara tiga peubah, sebagaimana diamati oleh anak, yaitu nurturance, power, dan kesamaan antara orang tua dan anak.

Identifikasi Terbalik (Counter-identification)
Counter-identification terjadi jika orangtua yang mengidentifikasikan dirinya dengan anak. Sebagai contoh adalah orangtua yang sangat memperhatikan, mengikuti, dan ikut merasakan segala upaya, keberhasilan dan kegagalan anak. Hal ini dapat berpengaruh positif terhadap prestasi anak, tetapi dapat juga mempunyai dampak negatif, yaitu jika anak menjadi tergantung pada dorongan orangtua untuk membuat dan menyelesaikan pekerjaan sekolah.
Kemungkinan lain dari identifikasi terbalik adalah bahwa orangtua memberikan kekuasaan berlebihan kepada anak berbakatnya, sehingga anak menjadi manipulatif agresif.

Latar Belakang Sekolah
• Iklim Sekolah
Whitmore (1980) menggambarkan lingkungan kelas yang menyebabkan terjadinya underachievement, yaitu kurang menghargai anak sebagai individu, iklim yang sangat kompetitif, penekanan pada evaluasi eksternal, kekakuan, perhatian yang berlebih terhadap kesalahan dan kegagalan, dan kurikulun yang tidak menunjang keberbakatan.
(1) Kelas yang tidak fleksibel
(2) Kelas yang kompetitif

• Harapan Negatif
Tidak semua siswa berbakat berespons dengan prestasi yang kurang terhadap sikap dan harapan negatif dari guru. Beberapa dari mereka melihat sikap guru ini sebagai tantangan untuk berusaha lebih keras. Namun, anak berbakat berprestasi-kurang yang konsep dirinya rendah, pada umumnya melihat harapan guru yang negatif sebagai konfirmasi bahwa ia memang tidak mampu.

• Kurikulum yang Tidak Menantang
Anak berbakat dengan kebutuhan intelektual dan kreatif amat rentan terhadap kurikulum yang tidak menantang. Mereka biasanya senang mempertanyakan, mendiskusikan, mengkritik, dan dapat belajar melampaui tingkatan dari kebanyakan siswa di dalam kelas. Jika kurikulum kurang memberi tantangan, maka siswa berbakat akan mencari rangsangan di luar kurikulum.

MENGATASI UNDERACHIEVEMENT
Menurut Rimm (1985) mengatsi underachievement memerlukan strategi kerja sama antara sekolah dan keluarga dalammenerapkan lima langkah yang penting:
(1) penilaian kemampuan, keterampilan dan kemungkinan penguatan dari rumah dan sekolah.
(2) modifikasi dari penguatan di rumah dan sekolah.
(3) mengubah harapan dari orang yang penting/berarti.
(4) model identifikasi yang ditingkatkan.
(5) memperbaiki keterampilan yang kurang.

• Penilaian Kemampuan Anak dan Kemungkinan Penguatan
Untuk mengetahui kemampuan anak sesungguhnya, pertama-tama sebaiknya memberikan tes intelegensi individual. Pada anak yang kurang bermotivasi, tes intelegensi kelompok mungkin tidak mencerminkan potensi intelektual sesungguhnya.
Pengetesan initelegensi perlu dilanjutkan dengan tes prestasi individual yang menunjukkan kekuatan dan kelemahan dalam keterampilan dasar, terutama membaca dan matematika.
Tes kreativitas dan inventori sebaiknya juga diberikan oleh psikolog. Di samping skor berpikir sebaiknya juga diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri afektif (sikap) yang berkaitan dengan kreativitas.
Wawancara dengan orangtua membantu untuk menemukenali pola berprestasi kurang nyata di rumah dan di sekolah.

• Modifikasi Penguatan di Rumah dan Sekolah
Perilaku anak perlu diubah dengan menentukan tujuan jangka panjang dan beberapa sasaran jangka pendek yang menjamin anak mengalami keberhasilan langsung meskipun kecil baik di rumah maupun di sekolah. Pengalaman keberhasilan ini perlu diperkuat dengan peghargaan atau hadiah yang tidak perlu mahal.
Ada beberapa pertimbangan dalam memberikan hadiah kepada anak. Pertama, hadiah itu harus berarti atau bermakna bagi anak. Hadiah itu harus sesuai dengan sistem nilai dan kemungkinan dari pemberi.

• Mengubah Harapan Orang yang Penting
Harapan orangtua, guru, dan teman sebaya sulit diubah. Bagi anak berprestasi kurang sangat penting bahwa orangtua dan guru dengan jujur dapat mengatakan bahwa mereka percaya dengan kemampuan anak untuk berprestasi. Harapan dari orang yang berarti bagi anak sangat penting untuk mengubah harapan diri dari seseorang yang kurang berprestasi menjadi berprestasi tinggi.

• Identifikasi Model
Menemukan model identifikasi bagi anak berprestasi kurang sangat penting, melebihi upaya treatment lainnya. Tokoh ini dapat menjadi model untuk lebih dari satu anak, misalnya dalam peran sebagai konselor, tutor, mentor, guru, orangtua, kakak, psikolog, pemimpin pramuka,dsb.
Sebaiknya model itu memiliki karakteristik sebagai berikut :
(1) Kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap anak.
(2) Jenis kelamin yang sama.
(3) Kesamaan dengan anak. Misalnya dalam agama, minat, dsb.
(4) Keterbukaan.
(5) Kesediaan untuk memberi waktu.
(6) Rasa kepuasan.

• Mengoreksi Keterampilan yang Kurang
Whitmore (1980) menyarankan strategi remedial untuk memperbaiki prestasi akademis siswa dalam bidang di mana ia mengalami kesulitan belajar, mengalami kegagalan, dan menjadi tidak bermotivasi untuk melakukan tugas-tugas belajar.

• Bantuan di Luar Rumah dan Sekolah
Jika siswa selain berprestasi kurang juga terlibat dalam masalah lain seperti alkohol, kriminalitas, dsb, ia memerlukan bantuaan psikolog atau psikoterapis. Alternatif lain, yaitu dengan mnempatkan remaja tersebut dalam sekolah berasrama.

ANAK PEREMPUAN BERBAKAT

• Perbedaan Antar Jenis Kelamin
Perbandingan perbedaan biologis versus sosial-budaya antar jenis kelamin merupakan dasar yang baik untuk menentukan sejauh mana prestasi di bawah potensi dari perempuan dapat diubah. Bagaimanapun, perbedaan jenis kelamin yang berkaitan dengan norma sosial-budaya, streotip, bias, dan diskriminasi dapat diubah, dan koreksi dari masalah ini dapat membebaskan perempuan untuk berprestasi setara dengan pria.
Perbedaan antar jenis kelamin meliputi:
(1) Perbedaan Biologis
(2) Perbedaan Sosial-Budaya
(3) Perbedaan dalam Kemampuan
(4) Kemampuan Matematika

• Perbedaan Harapan, Orientasi Prestasi, dan Aspirasi
Harapan keluarga, sekolah, dan teman sebaya tidak mendorong orientasi prestasi tinggi, kemandirian, dan kepercayaan diri pada anak perempuan. Tekanan-tekanan ini dapat mengarahkan perempuan ke aspirasi yang rendah, yang justru mengakibatkan prestasi di bawah taraf kemampuan.
(1) Harapan Keluarga
Aspirasi pendidikan dan karier yang tinggi dimulai di dalam keluarga. Baik contoh peran oleh ibu maupun harapan ayah berpengaruh terhadap orientasi prestasi anak perempuan berbakat.
(2) Harapan Teman Sebaya
Pada usia perguruan tinggi, pilihan karier perempuan berbakat lebih dipengaruhi oleh teman sebaya daripada oleh orangtua, terutama teman sebaya pria.
(3) Harapan Sekolah
Banyak guru dan konselor yang secara tersirat dan dalam tindakannya tidak memberi dorongan kepada perempuan untuk mengembangkan bakatnya sama dengan pria.
(4) Harapan Diri
Penelitian menunjukkan ada empat faktor penting yang tampaknya berkaitan dengan harapan diri dan aspirasi yang lebih rendah dari perempuan: rasa kompetensi yang lebih rendah, kecenderungan melihat sebab kegagalan pada diri sendiri dan keberhasilan pada faktor eksternal , motivasi prestasi yang lebih rendah,dan sindroma “takut akan sukses”. Faktor-faktor ini saling berkaitan dan bersama-sama mengurangi kemungkinan bagi perempuan berbakat mencita-citakan profesi yang menantang.

• Mendidik Perempuan Berbakat
Model lima langkah dari Rimm yang telah diperkenalkan sebelumnya dapat digunakan sebagai garis pedoman yang membantu guru, konselor, dan orangtua mengatasi prestasi di bawah potensi dari perempuan.
Cara-cara untuk mendidik perempuan yang berbakat adalah:
(1) Menilai Keterampilan, Kemampuan, dan Kemungkinan Penguatan
(2) Mengubah Penguatan di Rumah dan di Sekolah
(3) Mengubah Harapan Orang Penting Lainnya
(4) Identifikasi dengan Model
(5) Memperbaiki Keterampilan yang Kurang

ANAK BERBAKAT YANG CACAT

• Kebutuhan Anak Berbakat yang Cacat
Golongan anak luarbiasa (exceptional) di Indonesia meliputi (A) tunanetra, (B) tunarungu, (C) tunagrahita, (D) tunadaksa, (E) tunalaras, (F) anak berbakat, (F) tunaganda. Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistemm Pendidikan Nasional (UUSPN) maupun GBHN 1993 menekankan bahwa anak penyandang cacat berhak memperoleh pelayanan pendidikan.

• Identifikasi Anak Berbakat yang Cacat
Untuk identifikasi yang tepat diperlukan observasi berkelanjutan. Mengikiti lokakarya yang memusatkan pada ciri-ciri anak berbakat dan bagaimana mengidentifikasi mereka, akan membantu guru untuk menemukenali siswa cacat yang berbakat.
Prosedur identifikasi dapat meliputi tes intelegensi, kreativitas dan prestasi belajar, dapat pula digunakan skala Renzulli-Hartmann.
Untuk mengidentifikasi anak cacat yang berbakat, Maker (1977) menganjurkan bahwa anak cacat harus dibandingkan dengan anak lain dengan ketunaan yang sama dan ciri-ciri yang memungkinkan anak cacat dapat mengimbangi kecacatannya secara efektif harus dipertimbangkan secara saksama.

• Program bagi Anak Berbakat yang Cacat
Program bagi anak cacat yang berbakat dapat bervariasi dalam jenis dan materi seperti juga pada anak berbakat yang lain, meliputi percepatan, pengayaan, pengelompokkan, dan konseling. Di samping itu, program harus memuat komponen khusus berdasarkan kebutuhan tambahan, karena kondisi kecacatan anak.

• Mengurangi Keterbatasan Komunikasi
Guru pendidikan regular dan luar biasa harus menjamin tersedianya bantuan teknologi dan pelatihan khusus yang memungkinkan anak berbakat yang cacat tidak hanya berfungsi “normal” di kelas biasa, tetapi dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya yang unggul. Sarana dan prasarana yang perlu meliputi kursi roda, alat bantu pendengaran, membaca bibir, bahasa lambang, pelatihan dan bacaan Braille, kaki dan tangan palsu, dsb. Beberapa alat batu komunikasi mempunyai efek awal memperlambat reaksi, belajar dan fungsi kognitif. Namun, begitu keterampilan komunikasi dikuasai, anak cacat mempunyai potensi yang meningkat untuk pendalaman prestasi dan ungkapan kreatif.

• Perkembangan Konsep Diri
Di samping umpan balik dari orang lain, konsep diri juga didasarkan atas penilaian realistis mengenai keterampilan dan prestasi seseorang. Oleh karena itu, program harus terarah tidak hanya untuk membantu anak berbakat yang cacat agar berprestasi, melainkan juga membantu mereka menghargai prestasinya.
Perkembangan konsep diri mencakup:
(1) Keterampilan Sosial
(2) Taktik di dalam Kelas
(3) Mendorong Belajar Mandiri

• Keterampilan Berpikir Tingkat Tingi
Anak berbakat yang cacat perlu diberi metode-metode yang mendorong perkembangan keterampilan seperti kreativitas, pemecahan masalah, berpikir kritis, klasifikasi, generalisasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Memupuk perkembangan keterampilan ini amat penting pada program bagi anak berbakat yang cacat.